Di masa pandemi COVID-19, tiga mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB) melakukan studi literatur secara daring mengenai eksplorasi senyawa metabolit sekunder Streptomyces hygroscopicus sebagai pengembangan kandidat obat antimalaria. Diketuai oleh Melinda Violita (Program Sarjana Studi Farmasi), bersama anggota Ajeng Widyastuti (Program Sarjana Studi Farmasi), dan Cahya Pandya Astami (Program Studi Pendidikan Dokter), tim melakukan studi literatur yang dilatar belakangi oleh tingginya kasus resistensi obat antimalaria.
Malaria merupakan penyakit infeksi yang menjadi fokus riset kesehatan Rencana Induk Kesehatan Nasional (RIRN) tahun 2017-2045 dan menjadi tujuan spesifik Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 3. Hingga saat ini telah ditemukan tiga dari lima spesies penyebab malaria yaitu Plasmodium falciparum, P. vivax, dan P. malariae mengalami resistensi terhadap obat antimalaria. Munculnya kasus resistensi meningkatkan pengembangan obat antimalaria baru yang efektif dan aman dari sumber tanaman maupun mikroorganisme, salah satunya adalah Streptomyces hygroscopicus.
Streptomyces hygroscopicus adalah salah satu spesies Streptomyces sp. yang memiliki potensi untuk menghasilkan antibiotik dari metabolit sekundernya. Streptomyces hygrocopicus sebagai kandidat obat antimalaria yang baru terutama sebagai pengganti resistensi obat malaria yang sudah ada sebelumnya. Resitensi dapat terjadi karena penggunaan obat antimalaria hanya pada satu jalur mekanisme kerja, sehingga Plasmodium lebih mudah mengenali obat tersebut, lalu membentuk mekanisme resistensi. Jika muncul obat dengan jalur atau mekanisme yang baru, maka tidak akan dikenali oleh Plasmodium, sehingga meningkatkan keberhasilan terapi pada malaria.
Terdapat tujuh senyawa metabolit sekunder dari Streptomyces hygroscopicus yang memiliki aktivitas antimalaria dan telah diuji aktivitasnya yaitu dihydroeponemycin, 6,7-dinitro-2- [1, 2, 4] triazole-4-yl-benzo [de] isoquinoline-1,3-dione, eponemycin, geldanamycin, nigericin, trichostatin A, dan rapamycin. Tujuh senyawa yang telah diuji aktivitas, yaitu 2 senyawa diuji secara in silico, 5 senyawa diuji secara in vitro pada kultur Plasmodium, dan 3 senyawa diuji secara in vivo. Senyawa eponemycin dan geldanamycin telah diuji baik secara in vitro maupun in vivo, dan dari kedua metode uji didapatkan hasil adanya aktivitas penghambatan pada pertumbuhan Plasmodium. Hal ini menunjukkan bahwa Streptomyces hygroscopicus merupakan mikroorganisme yang potensial untuk dikembangkan sebagai antimalaria, dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait aktivitas antimalarial senyawa yang lain dari Streptomyces hygroscopicus. (melinda for HumasFKUB)