Sampai Saat ini Penyakit Malaria masih merupakan penyakit endemi yang mencapai 247 juta kasus dan 619 ribu kematian di tahun 2022. Terdapat lima spesies penyebab malaria pada manusia, antara lain: 1). Plasmodium (P) falciparum, 2). P. ovale, 3). P. malariae, 4). P. vivax, dan 5). P. knowlesi.
Di Indonesia sendiri insiden Malaria terbanyak dengan gejala terberat disebabkan oleh P. falciparum. Meskipun terdapat penurunan jumlah kasus Malaria dari tahun 2015-2019, dimana terjadi peningkatan angka kesakitan malaria (Annual Parasite Incidence/API) di tahun 2019. Data statistic yang ada menyatakan bahwa secara nasional, angka kesakitan malaria di Indonesia meningkat dari 0.84 menjadi 0.93 per/1000 penduduk dengan angka tertinggi di Papua.
Berdasarkan hal tersebut Lima orang ( 5) Mahasiswa/I Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) dibawah bimibingan Prof. Dr. dr. Loeki Enggar Fitri, M.Kes., Sp. ParK mencoba melaksanakan penelitian yang telah direncanakan sejak bulan Januari 2023 dan dimulai sejak bulan Agustus 2023 lalu.
Ketua Tim Penelitian, Imke Maria Del Rosario Puling (PS PD 2021) mengungkapkan, bahwa tim kami telah melakukan uji efektivitas dan toksisitas pada Fraksi 11 peak dari Streptomyces hygroscopicus secara in vitro yang membuktikan bahwa fraksi tersebut mampu melakukan penghambatan parasitemia pada kultur P. berghei dan berhasil Hambat Derajat Parasitemia Menggunakan Fraksi dari Metabolit Sekunder Bakteri Streptococcus hygroscopicus dengan dosis yang aman, ungkapnya.
Tim kami beranggotakan 1). Imke Maria Del Rosario Puling (PSKed, 2021) ., 2). Ahmad Azhar Marzuqi (PSKed, 2021), 3). Ni Made Alvionita Frencia Augustine (PSKed 2020) , 4). Akmal Jauhari Irfan (PSKed, 2021 ) , dan 5). Filzatuz Zahro Ibrahim (PSKed, 2021 ), jelasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa strategi dan penanggulangan dengan klorokuin yang awalnya menjadi terapi utama malaria kini dinilai tidak efektif akibat resistensi global, terutama oleh P. falciparum. Untuk menanggulanginya, terapi artemisinin dikembangkan dan ditetapkan kebijakan terapi kombinasi (artemisinin-combination therapy/ACT). Namun, kasus resistensi ACT kembali ditemukan dari spesies P. falciparum.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi FKUB dengan protokol kesehatan yang ketat. Penelitian ini juga turut menggunakan Laboratorium Perlakuan Hewan Coba (LPHC), Laboratorium Patologi Anatomi, dan Lab LC-MS Polinema menggunakan Fraksi 11 peak metabolit sekunder bakteri secara in vivo.
Kami berharap riset ini dapat memberikan berupa inovasi baru terapi malaria dengan memanfaatkan ekstrak metabolit sekunder S. hygroscopicus dan ampuh dalam pengentasan penyakit malaria, terutama pada malaria resisten yang tidak dapat ditangani dengan efektif oleh terapi yang sudah ada.
Dan penelitian ini berhasil menghasilkan luaran penelitian atas kandidat zat potensial antimalarial, alternatif obat antimalarial untuk melawan resistensi, publikasi dan artikel ilmiah untuk komunitas peneliti disertai edukasi bagi masyarakat..(TIM PKM –for Humas FKUB)
